
Minggu, 19/05/2002
Oleh: PntK. Stephen Suleeman, MATh, ThM.
Manusia
dan LIngkungannya
(2)
Serigala dan Domba
Cinco de Mayo (baca: Singko de Mayo), atau tanggal 5 Mei adalah
hari bersejarah untuk orang Meksiko. Pada tanggal 5 Mei 1862, 4.000
tentara Meksiko menghancurkan 8.000 tentara Prancis ditambah
pengkhianat Meksiko di Puebla, sekitar 160 km sebelah timur Mexico
City. Meskipun kemenangan itu tidak berumur panjang, orang Meksiko
sangat bangga karena berhasil mengalahkan Prancis yang digdaya itu.
Kisah kemenangan ini mungkin mirip dengan kisah “Enam
Jam di Yogya” yang memitoskan kepemimpinan Suharto dalam mengalahkan
Belanda hingga – menurut legenda – ditiru oleh tentara Vietkong
dengan “Serangan Tet”-nya di Saigon melawan AS. Demikianlah, Cinco
de Mayo sekarang menjadi salah satu pesta paling penting di AS, bukan
hanya untuk orang-orang Meksiko tetapi juga untuk semua orang Amerika.
Pada hari itu, banyak parade dan pesta diadakan, khususnya di
tempat-tempat yang kebanyakan penduduknya keturunan Hispanik seperti
California.
Montclair Presbyterian Church juga ikut merayakan
Cinco de Mayo. Untuk maksud tersebut mereka mengundang sebuah
rombongan kebudayaan Bolivia yang dikembangkan di San Francisco untuk
menghadirkan pesta kebudayaan mereka. Mereka menyajikan tarian dan
makanan khas Bolivia untuk para tamu yang membayar $10 per orang.
Selain itu ada juga “cake-walk” untuk anak-anak, lelang
lukisan dengan gambar-gambar Bolivia yang dibuat oleh George Somers,
salah seorang anggota jemaat yang pandai melukis, dan lelang berbagai
tiket makan malam, liburan, dll.
Pembaca mungkin bertanya, “Lho, kok
Bolivia, bukan Meksiko?” Cinco de Mayo memang bukan hanya pesta
untuk orang Meksiko, melainkan untuk setiap orang yang ingin
merayakannya. Lagipula, Montclair Presbyterian Church mempunyai
hubungan khusus dengan Gereja Presbiterian Bolivia. Klasis California
Utara, yang antara lain mencakup MPC, terlibat dalam program “Joining
Hands Against Hunger” – Bersatu Melawan Kelaparan dari PC
(USA) – di Bolivia. Program Cinco de Mayo ini juga dimaksudkan untuk
membangkitkan kesadaran akan pentingnya kerja sama dengan salah satu
negara termiskin di Amerika Selatan itu. Hasil penjualan lukisan, kue,
atraksi kesenian, dll. dari acara Cinco de Mayo ini pun akan
disumbangkan ke program Sinode PC (USA) untuk mengatasi kelaparan di
Bolivia.
Untuk menambah daya tarik acara ini, panitia juga
mengundang dua ekor llama (baca: ”yama”), binatang khas dari
Amerika Selatan, khususnya di Peru, Ekuador dan pegunungan Andes.
Llama termasuk keluarga unta, namun badannya jauh lebih kecil. Tinggi
punggungnya mungkin hanya sekitar 1,5 meter. Kebetulan di daerah
California Utara ini ada beberapa peternakan llama. Mereka
mengembang-biakkan llama untuk berbagai acara sekolah, gereja, atau
kemasyarakatan lainnya. Llama ini sangat jinak, dan biasanya orang tua
ingin anak-anaknya dipotret menunggang llama. Binatang ini seringkali
disewa pada waktu Natal untuk dijadikan bagian pertunjukan kisah Natal
di gereja-gereja. Lumayan, daripada harus menghadirkan unta yang
begitu besar dan mungkin akan menyita ruangan yang cukup besar di
panggung.
Hubungan akrab antara manusia dan binatang di
Berkeley tidak hanya tecermin pada kehadiran dua ekor llama di
Montclair. Meskipun daerah Berkeley telah banyak berubah menjadi
daerah pemukiman, masih ada sejumlah tempat yang disisakan untuk
pelestarian tanaman dan binatang liar. Ketika baru tiba di Berkeley,
kami tidak langsung masuk ke Mission Home, melainkan tinggal selama
sekitar 2 bulan dengan John dan Virginia yang mempunyai rumah di atas
bukit. Di sekitar rumahnya, pepohonan masih cukup rimbun. Dan sesekali
kami masih bisa melihat beberapa ekor rusa liar berkeliaran di situ.
Tidak ada yang berusaha menangkapnya. Kalaupun ada, kemungkinan besar
si penangkap justru akan ditangkap, karena binatang-binatang liar ini
dilindungi oleh undang-undang. Tidak mengherankan kalau suatu kali
saya melihat seekor rusa sedang kebingungan berusaha menyeberangi
Telegraph, salah satu jalan utama di Berkeley. Pepatah “bagai rusa
masuk kota” tampak sekali dengan jelas di wajah rusa yang malang itu.
Untung juga rusa itu tidak tertabrak mobil-mobil yang melintas di
jalan itu.
Kehadiran binatang liar di tengah kota sungguh
sesuatu yang menyejukkan. Saya jadi teringat akan Bethany Theological
Seminary di Oakbrook, sebelah barat Chicago, tempat saya belajar
pertama kali di AS lebih dari 10 tahun lalu. Bethany dengan halaman
yang sangat luas – bahkan sulit disebut sebagai halaman karena
luasnya mungkin lebih dari 1 hektare, mempunyai sebuah danau kecil. Di
danau itu seringkali kami lihat banyak angsa Kanada yang bermain-main,
berenang, atau mengasuh anak-anaknya. Angsa-angsa ini biasanya datang
ke Chicago sekitar musim semi sampai musim panas. Semakin jauh
memasuki musim gugur dan menjelang musim dingin, mereka akan
menghilang, terbang semakin ke selatan untuk mendapatkan daerah yang
lebih hangat. Angsa-angsa ini pun dilindungi oleh undang-undang,
sehingga tak seorang pun yang berniat mencuri telurnya, mengambil
anak-anaknya ataupun menyantap dagingnya. Kembali di sini tampak
sekali hubungan yang akrab antara manusia dan binatang.
Yesaya pernah mengatakan bahwa dalam kerajaan damai
Allah kelak “Seringala akan tinggal bersama domba dan macan tutul
akan berbaring di samping kambing... Anak yang menyusu akan bermain-main
dekat liang ular tedung dan anak yang cerai susu akan mengulurkan
tanganya ke sarang ular beludak” (Yes. 11:6-8). Bagaimana mungkin
hal ini terjadi? Bukankah ini sebuah gambaran utopis yang tidak akan
terwujud? Begitu mungkin reaksi kita. Namun kalau kita resapi lebih
jauh, di sinilah kita temukan gambaran bagaimana yang kuat bisa hidup
berdampingan dengan yang lemah, bukan malah menghisap atau memangsanya.
Gambaran ini memang akan tetap utopis, kecuali kalau kita memang mau
mewujudkannya secara konkret dalam hidup kita – bahkan bukan hanya
dengan sesama manusia melainkan juga segenap makhluk ciptaan Allah. www
|