
Minggu, 28/04/2002Dr.
Dr. dr. Theodorus I. Setiawan:
Seperti Orang Buta Bicara Gajah
WARTA JEMAAT
-
Untuk meghilangkan rasa penasaran soal
kontroversi penyembuhan alternatif, Tim Warta sengaja menghubungi Dr.
Dr. dr. Theodorus I. Setiawan. Karena selain dokter, ia juga adalah
seorang ahli jiwa. “Sebenarnya, apa yang anda tanyakan ini adalah
persoalan misteri atau keajaiban tubuh manusia, terutama mental, yang
belum sepenuhnya diketahui,” ujar staf pengajar STT Jakarta mata
kuliah Agama dan Iptek ini.
Menurut Pak Theo,
pengobatan alternatif itu bisa dibagi dua, ada yang ilmiah—dalam arti
bisa dibuktikan oleh orang lain, seperti jamu, akupunktur, urut,
dsb.—dan ada yang tidak ilmiah. “Yang tidak ilmiah ini seringkali
dipengaruhi oleh placebo effect,” jelasnya. Yang dimaksud
adalah kesembuhan yang terjadi pada diri pasien, karena ia sangat
meyakini kesembuhannya. Padahal belum tentu ia benar-benar sembuh.
Semacam gejala sugesti.
Tapi walaupun begitu,
Theo mengakui bahwa yang tidak ilmiah belum tentu salah. “Bisa saja
benar. Kita tidak boleh mengatakan bahwa yang tidak kita ketahui itu
salah atau mustahil,” tegasnya. “Sebab
yang namanya ilmiah itu hanya tergantung pada dua hal saja: Rasional
(akali) dan bisa ditangkap oleh indera manusia. Padahal keduanya harus
diakui sangat terbatas.”
Karena itu, ia menduga,
saat ini soal penyembuhan alternatif adalah seperti kisah tiga orang
buta yang mencoba menggambarkan apa itu gajah. Yang memegang kakinya
mengatakan, gajah itu seperti tiang. Yang memegang belalai dan
telinganya, mengatakan deskripsi yang berbeda. “Gajahnya ada, namun
belum tergambar secara benar,” jelas peraih dua gelar doktor yang juga
mengajar pada program pasca sarjana Universitas Negeri Jakarta (UNJ),
Universitas Indonesia (UI), dan South East Asia Graduate School of
Theology (SEAGST) ini, selain buka praktek dokter di rumahnya di daerah
Pulo Asem, Jakarta Timur.
Theo juga menjelaskan
bahwa ada banyak energi yang belum bisa diketahui manusia, baik di dalam
tubuh maupun di luar tubuh. “Di dalam tubuh manusia ada energi listrik
dan magnetik. Tapi kecil,” katanya. Ada EKG (Elektro Kardiografi di
jantung), EEG (Elektro Ensevalografi di otak), dan EMG (Elektro
Mikrografi di otot). Menurutnya, kalau energi-energi seperti ini bisa
dikumpulkan, tidak mustahil manusia bisa melakukan banyak hal yang
sekarang terlihat tidak masuk akal. Karena itu energi-energi seperti
Prana dan Reiki sangat mungkin benar-benar ada, namun memang belum
terpahami secara sempurna. Sejauh ini, ia tidak melihat adanya kaitan
antara praktek energi (ki atau chi) seperti itu dengan
realitas, katakan saja, “dunia roh”. “Dalam kasus ini, saya nggak
melihat kemungkinan ke arah itu,” ujarnya lagi sambil tersenyum.
Yang penting,
menurutnya mengakhiri wawancara dengan
Tim Warta, kita perlu bersikap kritis. Tidak langsung menyangkal dan
mengatakan tidak ada, sebaliknya juga tidak mendewa-dewakan metode
alternatif itu. “Soalnya, (karena tidak bisa dibuktikan secara
ilmiah—red.) banyak penipu yang cari uang dengan berkedok
penyembuh alternatif,” seriusnya. (HAR) |