
Minggu, 28/04/2002Upaya
Menyikapi Penyembuhan Alternatif
WARTA JEMAAT
- Yang namanya barang
alternatif, pasti sering menimbulkan pro dan kontra. Tidak terkecuali
soal penyembuhan. Apalagi sekarang langkah penyembuhan alternatif
semakin banyak diminati masyarakat. Selain karena biayanya yang relatif miring
(lumayan buat kondisi keuangan yang seret di zaman krisis ini),
efektivitas atau kemanjurannya pun disinyalir tidak mengecewakan.
Saat ini di banyak
tempat di Jakarta, kita bisa menjumpai bermacam-macam jenis penyembuhan
alternatif. Ada penyembuhan holistik (menyeluruh) yang banyak dilakukan
di klinik-klinik khusus, yang mendekati pasien tidak saja secara fisik,
melainkan juga dari sisi kejiwaan dan hubungan sosial. Ada penyembuhan
dengan menggunakan “energi alam” yang dikneal dengan istilah chi
atau ki. Dan tidak sedikit model yang jelas-jelas berbau klenik
dan perdukunan. Yang terakhir ini tidak jarang diembel-embeli dengan
macam-macam ritus yang “ajaib”, seperti pembacaan mantra dan
pemotongan hewan korban. Tak ketinggalan berbagai jenis pengobatan
tradisional dari berbagai daerah, seperti akupunktur dan tusuk jarum,
pijat refleksi, totok, dsb.
Pengobatan alternatif
yang masih berhubungan langsung dengan fisik manusia macam akupunktur
dan pijat, kelihatannya tidak terlalu menjadi masalah. Sementara yang
jelas-jelas bernuansa klenik macam perdukunan yang serem-serem, juga
tidak masalah. Karena biasanya langsung dijauhi oleh orang Kristen.
Namun lain halnya dengan pengobatan alternatif dengan memanfaatkan
“energi alam semesta”, seperti tenaga prana dan Reiki, yang
belakangan ini ramai dibicarakan orang. Soalnya, model terakhir ini
bernuansa “abu-abu”—tidak mudah untuk mengatakan boleh atau tidak,
sulit untuk bersikap hitam-putih. Karenanya dibutuhkan suatu sikap etis
tertentu.
Apakah
kita sebagai orang Kristen boleh melakukannya? Bagaimana juga sikap dan
pandangan Kristen mengenai sakit-penyakit itu sendiri?
Pertanyaan-pertanyaan itu bakal dijawab tuntas di dalam Warta Jemaat
edisi bulan April ini, agar kita bisa bersikap secara tepat.
(TIM
WARTA)
|