
Minggu, 23/12/2001
Oleh: BPMS GKI SW Jabar
Surat
Gembala BPMSW GKI SW Jabar
Natal
yang Lazim dan Sederhana
(Sebuah
Refleksi Teologis)
Mengawali minggu-minggu adven dan
natal 2001, BPMSW dan BPMK-BPMK telah merefleksikan makalah renungan
berjudul “Teka-teki Pasal 2 dari Lukas dan Matius, Mengenai TKP
Palungan Yesus” menyangkut isu di manakah kelahiran Yesus
terjadi, di “kandang” (Lukas) atau di rumah (Matius). Dalam
perenungan itu beberapa butir penting diangkat oleh para pejabat
gerejawi pimpinan klasis dan sinode wilayah.
Yesus lahir di tempat yang sangat
integral dalam kehidupan sosial yang lazim.
Dalam penggalian-penggalian arkeologi
mutakhir di Israel didapati bahwa rumah-rumah zaman kuno berstruktur
demikian rupa yang menyimpulkan manusia tinggal di ruangan atas (kataluma,
Luk 2:7 bdk. Luk 22:11) dan hewan tinggal di lantai bawah di mana
palungan terletak. Lantai bawah ini adalah bagian integral rumah yang
merupakan gudang dan dapur. Ketika Yusuf dan Maria tiba di rumah
leluhur mereka di Betlehem, ruangan atas sudah penuh, karena itu
mereka masuk ke lantai bawah dan Yesus dilahirkan di situ, diletakkan
dalam palungan. Yesus tidak lahir di kandang hewan sebagai unit yang
sepenuhnya terpisah, melainkan lahir dalam bagian integral rumah
lantai bawah, hanya “karena tidak ada tempat bagi mereka di rumah
penginapan (kataluma, ruangan atas).” Luk 2:7. Rumah
penginapan di sini bukan berarti losmen atau hotel (pandokeion)
seba-gaimana di kemukakan dalam Luk 10:3.
Dari sudut tempat, kelahiran-Nya sering
kita pandang agak aneh. Namun dengan keterangan di atas sesungguh-nya
Yesus lahir menurut kelaziman kehidupan sosial waktu itu. Ini
membimbing kita kepada implikasi bahwa kelahiran dan kehadiran Yesus
mestilah merupakan perkara yang integral dan lazim dalam kehidupan
sosial kita.
Sudah terlalu sering kita menjadikan
kelahiran dan kehadiran Yesus hanya dalam kehidupan pribadi, bukan
dalam kehidupan sosial. Sudah terlalu sering kita merasakan bahwa
kehidupan sosial masyarakat kita mengalami disintegrasi. Sudah terlalu
sering pula kita melihat bahwa kehidupan sosial masyarakat kita
mengalami distorsi dari kelaziman menjadi kezaliman.
Mungkin natal 2001 dapat kita pakai sebagai pelajaran kehidupan
spiritual seperti diteladankan oleh kelahiran Yesus.
Yesus lahir bukan dalam kemiskinan
tetapi kesederhanaan
Dalam refleksi di atas, maka kelahiran
Yesus memang menunjukkan kese-derhanaan, tetapi bukan kemiskinan. Lain
dari cerita atau kotbah natal yang sering terlalu inovatif dan
kreatif, Lukas tidak melaporkan adanya resepsionis yang mengusir
mereka, apalagi karena kemiskinan mereka. Yesus lahir di palungan
bukan karena Yusuf dan Maria miskin, sementara mereka adalah keturunan
(raja) Daud. Ia lahir di situ hanya karena “karena tidak ada tempat
bagi mereka di rumah penginapan (kataluma, ruangan atas).”
Luk 2:7, ruangan yang ada ialah ruangan bawah. Lukas memberikan kesan
yang sangat netral, bahwa Yusuf dan Maria mengetahui bahwa ruangan
atas sudah penuh, karena itu mereka pergi ke ruangan bawah di mana
masih ada tempat. Bukannya tak mungkin kalau mereka memaksakan diri ke
ruangan atas, mereka akan mengganggu orang di ruangan atas dengan
kelahiran putra mereka. Dari catatan Lukas, mestinya mereka memilih
ruangan bawah dengan rela hati. Mereka memilih kesederhanaan, bukan
karena mereka miskin, melainkan karena mereka rendah hati. Yusuf dan
Maria adalah orang-orang saleh yang menaati perintah Allah kepada
mereka, meski pun menurut ukuran sosial akan membuat mereka malu dan
kurang berharga. Memang kesalehan dan kesederhanaan biasanya berjalan
sejajar. Sudah sering kita dikesankan bahwa kesalehan mesti
berbarengan dengan kemewahan berlebihan. Mungkin natal 2001 dapat kita
pakai sebagai pelajaran kehidupan spiritual seperti diteladankan oleh
Yusuf dan Maria.
Yesus memperlihatkan kemuliaan dan
martabat manusia tanpa kaitan materi
Dalam Luk 2:11 disebutkan, “Hari ini
telah lahir bagimu Juruselamat, yaitu Kristus, Tuhan, di kota Daud.”
Kata “Juruselamat” (soter) adalah sebuah kata yang hanya
dipergunakan empat kali dalam PB (Luk 2:11, Yoh 4:42, Ef. 5:23, 1 Tim.
4:10) dan hanya ditujukan kepada Yesus. Rakyat di bawah pemerintahan
Roma biasa menyebut kaisar mereka sebagai “Juruselamat” dan orang
Kristen kini mengambil-alih sebutan itu hanya bagi Yesus. Malahan
Lukas adalah satu-satunya penulis Injil yang menambah-kan dengan
ungkapan “Kristus, Tuhan” (christos, kurios). Lukas
melihat dengan jelas kemuliaan dan martabat Yesus selaku
“Juruselamat,” Kristus” dan “Tuhan” sehingga ia menuliskan
demikian. Jadi menurut Lukas, kemuliaan dan martabat Yesus yang unik
dan sama sekali tidak berkaitan dengan kekayaan atau kemiskinan.
Melalui penggambaran kelahiran Yesus sebagai manusia, Lukas
mengimplisitkan bahwa martabat manusia tidak berkaitan dengan kekayaan
atau kemiskinan materi. Yang menyebabkan orang miskin bermartabat dan
orang kaya bermartabat adalah anugerah Allah, bukan kekayaan atau
kemiskinannya. Di zaman ini kita nyaris terbelenggu oleh pandangan
dunia bahwa martabat orang selalu berkaitan dengan materi. Mungkin
natal 2001 dapat kita pakai sebagai pelajaran kehidupan spiritual
seperti diteladankan oleh Yesus.
BPMSW mau mengajarkan bahwa secara
alkitabiah natal kali ini berarti menekankan kehidupan spiritual dalam
konteks sosial yang terintegrasi dan lazim, kehidupan spiritual yang
dipenuhi kerelaan hati dan kerendahan hati, kehidupan spiritual yang
memandang martabat manusia sebagai anugerah Allah, tak ada kaitannya
dengan kemiskinan atau kekayaan seseorang.
Selamat Hari Natal 2001 dan Tahun Baru
2002
Tuhan memberkati Jemaat-jemaat GKI
seluruhnya.
Tuhan memberkahi damai bagi bangsa dan
negara kita seluruhnya.
Jakarta, 25 Desember
2001
BPMSW GKI Sinode Wilayah Jawa
Barat
Pdt. Kuntadi
Sumadikarya, MTh
Ketua Umum
Pdt. Ronny Nathanel, MTh
Sekretaris Umum |