:: home :: index ::

 

Minggu, 27/10/2002
Liputan Khusus Warta Bulanan

Kondisi Doa Kita

Bagaimana kondisi doa kita saat ini? Bagaimana kondisi doa gereja? Tentunya hal itu tidak bisa dijawab secara pasti. Hanya kita sendirilah yang bisa menjawabnya. Namun demikian, apa yang dikatakan Adolf Heuken dalam bukunya Spiritualitas Kristiani, bisa jadi merefleksikan kondisi masyarakat jaman kita.

IA mengatakan, walaupun rajin melaksanakan macam-macam peraturan dan upacara keagamaan dengan tekun, tetapi berbagai hal yang utama seperti tanggung jawab dan kejujuran tidak diharagai, apalagi dibina. “Ateisme praktis lebih kuat daripada iman yang diakui resmi,” tambahnya lagi.

Anthony de Mello, rohaniwan yang namanya sudah tidak asing lagi bagi kita, mengatakan (dalam bukunya Hidup di Hadirat Allah) bahwa di tengah dunia yang serba sibuk ini, orang Kristen tidak lagi punya cukup kesabaran untuk masuk dalam keheningan doa, dan menantikan datangnya Roh Kudus. Padahal menurutnya, Tuhan Yesus menyuruh para rasul untuk tinggal diam di Yerusalem, dan menantikan kedatangan Roh Kudus (Kis. 1:4-8). Tapi persoalan bagi banyak orang mo-dern adalah tidak dapat menunggu. “Kita tidak dapat duduk tenang. Kita terlalu resah, tidak sabar. Kita mau terus bergerak. Kita lebih senang menghabiskan waktu dengan bekerja keras, daripada menunggu dalam keheningan sesuatu yang berada di luar kuasa kita,” ujarnya.

Seringkali yang terjadi adalah seperti ini, kita mencoba untuk menunggu; lalu kita memang menunggu, menunggu dan menunggu — tetapi tidak sesuatu pun terjadi. Atau mungkin lebih tepat, mata rohani kita yang buram tidak dapat menangkap apapun. Akibatnya, kita merasa lelah menunggu dan berdoa.. Kita lebih senang “bekerja bagi Allah” sehingga kita kembali membenamkan diri ke dalam aktivisme. Namun, menurut de Mello, Roh hanya dianugerahkan kepada mereka yang hari demi hari menghadapkan hati kepada Allah dan Firman-Nya, dalam doa. Sesuatu yang tampak seperti tak berguna dan pemborosan waktu bagi manusia modern yang berorientasi pada hasil.

Selain ketidaksabaran, kendala lain yang dihadapi orang modern, demikian de Mello, adalah tidak adanya sikap berharap yang cukup besar. Baginya, segala sesuatu adalah mungkin di ha-dapan Allah, asalkan kita mempunyai harapan yang kuat. “Mungkin Ia membiarkan anda menunggu atau mungkin Ia juga datang segera; atau mungkin Ia datang secara tak terduga seperti ‘pencuri di waktu malam’. Namun Ia pasti datang, kalau anda mengharapkan kedatanganNya,” demikian diungkapkan de Mello.

Karena keyakinannya itulah, de Mello mengatakan: “Tidak lagi percaya bahwa Tuhan mampu mengubah dunia, dan tidak lagi percaya bahwa Ia mampu mengubah diri kita, adalah sikap ateis yang lebih berbahaya daripada sikap orang yang berkata, ‘Allah tidak ada.’” Secara tidak sadar, orang seperti ini telah menjadi seorang ateis praktis.

Apakah kondisi seperti di atas ini juga menjangkiti kita selaku manusia-manusia modern? Baiklah hal ini kita refleksikan secara pribadi, dan kita angkat dalam doa-doa kita. www


::
home :: index ::

 

: Kirim Berita Anda : Kontak Webservant :

Copyright ©1999-2002, Gereja Kristen Indonesia. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.
Address: Jl. Gading Indah III NF-1/20, Kelapa Gading Permai, Jakarta, Indonesia.
Phone: 62 21 4530971 : Fax: 62 21 4502814