:: home :: index ::

 

Minggu, 15/09/2002
Oleh: PntK. Stephen Suleeman, MATh, ThM.

Misi dan Pekabaran Injil (1)
The Facts

Sebelum kejatuhan pemerintahan Taliban di Afganistan, dua orang berkebangsaan Amerika ditangkap dan disandera. Mereka diancam hukuman penjara beberapa tahun karena tuduhan melakukan kristenisasi dengan kedok pelayanan masyarakat. Dayna Curry dan Heather Mercer memang akhirnya tidak jadi mendekam di penjara Taliban, karena tentara AS sudah keburu datang dan melepaskan mereka. Namun tuduhan kristenisasi dengan kedok pelayanan sosial, khususnya di negara-negara Islam, tampaknya cukup gencar. Benarkah hal itu terjadi? Adakah nilai-nilai etis di dalam misi dan pekabaran Injil? Kalau ya, nilai-nilai yang manakah? Saya pikir pertanyaan-pertanyaan ini semakin mendesak ketika Gereja merasa terpanggil untuk melaksanakan misinya, sementara di pihak lain ada sejumlah negara yang menutup pintu rapat-rapat terhadap misionaris. Selama beberapa minggu ini, saya akan mencoba mengangkat masalah ini, meskipun saya tidak berjanji akan bisa membahasnya secara tuntas dan memuaskan semua pihak.

Rick Love mengajar kelas penginjilan di Columbia International University di South Carolina dengan sekitar 20 orang mahasiswa. Di pagi bulan Januari itu, ke-20 orang mahasiswa ini kembali lebih awal dari liburan Natal mereka untuk mengikuti kelas intensif selama dua minggu yang dipimpin oleh Love. Demikian dilaporkan oleh majalah “Mother Jones” dalam terbitan bulan Mei/Juni tahun ini. Love sendiri adalah direktur internasional Frontiers, kelompok Kristen terbesar di dunia yang secara khusus memusatkan perhatiannya untuk mengkristenkan orang-orang Islam. Frontiers mempunyai 800 orang misionaris di 50 negara yang membentang dari Afrika Utara sampai Pasifik Selatan, yakni negara-negara yang mayoritas rakyatnya beragama Islam.

Love yang berusia 49 tahun, tidak banyak dikenal di luar dunia misi. Seminar-seminarnya biasanya tertutup untuk media dan masyarakat umum. Pagi itu, ia mengajar tentang bagaimana melakukan penyamaran di negara-negara yang sangat tertutup untuk kehadiran misionaris Kristen. Banyak di antara mahasiswa Love sendiri adalah misionaris yang sedang liburan dari tugas-tugas mereka yang membentang antara Kazakstan sampai Kenya. Mereka sendiri sudah tahu bahwa penginjilan dilarang di banyak negara Islam. Mereka diancam diusir dari negara-negara itu apabila kedok mereka tersingkap.

Di kelas itu Love bertanya kepada seorang mahasiswa, “Kalau orang bertanya kepada anda, ‘Apa yang anda lakukan di sini?’ apa jawabmu?” Lelaki yang baru saja kembali dari tugasnya di Asia Tenggara tampak gugup di kursinya. Ia berusaha menjawab. Mulutnya terbuka, tetapi tidak ada sepatah katapun yang keluar. “Bingo!” kata Love sambil tersenyum. “Anda menggigit-gigit kuku anda dan orang-orang berkata, ‘Memang, dia tidak menyembunyikan apapun.’” Love menceritakan pengalamannya bahwa sebelum ia pergi ke Jawa Barat, untuk mengkristenkan orang-orang Islam, ia kembali ke kampus dan belajar. Setelah beberapa lama ia mendapatkan gelar sebagai guru bahasa Inggris. Dengan demikian ia mempunyai alasan untuk pergi ke suatu negara. “Saya bisa berkata terus terang kepada seseorang, ‘Saya guru bahasa Inggris,’” katanya. “Saya mempunyai gelar, dan saya mengajar di sini.”

Itulah model untuk memenangkan jiwa di negara-negara Islam. Carilah alasan lain untuk berada di negara itu. Bangun persahabatan dengan orang-orang setempat. Setelah mendapatkan kepercayaan, tibalah saatnya untuk mengkristenkan orang-orang baru. Tetapi jangan terlalu cepat menyingkapkan maksud kita yang sesungguhnya. “Bagaimana cara Yesus menjelaskan mengapa Ia ada di dunia?” tanya Love kepada mahasiswanya.

“Secara tak langsung,” seorang misionaris yang telah berpengalaman menjawab. “Ia akan bertanya kembali, ‘Menurut kamu, untuk apa Aku ada di sini?”

“Apakah Yesus pernah berdusta?” Berbarengan seluruh kelas itu menjawab, “Tidak.”

“Tapi pernahkah Yesus mengacungkan tangan dan berkata, “Saya bersumpah untuk mengatakan kebenaran, seluruh kebenaran, dan tidak ada yang lain kecuali kebenaran?” Sekali lagi, ke-20 mahasiswa itu berseru, “Tidak!”

Love menceritakan pengalamannya tentang berbagai cara untuk mengkamuflasekan diri. Di Indonesia, para penginjil membuka bisnis menjahit quilt untuk membiayai para misionaris Barat itu, memungkinkan mereka mempekerjakan sejumlah orang Islam – dan mengkristenkan mereka.

Para mahasiswa itu mengangguk-angguk tanda setuju bahwa orang-orang Islam harus dijangkau dengan cara apapun. Mereka bersemangat untuk ikut memacu penyerbuan ke dunia Islam. Pada tahun 1916, Samuel Zwemer, seorang pionir misionaris, mengumumkan bahwa Islam adalah “agama yang sekarat” dan meramalkan bahwa “ketika bulan sabit memudar, Salib akan terbukti menang.”

Selama sepuluh tahun terakhir ini, demikian menurut para pemimpin evangelikal, jumlah misionaris yang mencoba mengkristenkan orang-orang Islam telah bertambah empat kali lipat, dari beberapa ratus menjadi lebih dari 3.000 orang sekarang ini. Banyak di antara mereka diutus oleh Gereja Baptis Selatan dari AS, sementara sisanya berasal dari berbagai jaringan kelompok yang didukung gereja-gereja, yang menggunakan nama Christar dan Pelayanan Dunia Arab. Para misionaris ini bekerja di desa-desa terpencil di Afganistan, Pakistan, negara-negara bekas Uni Soviet seperti Kazakstan dan Uzbekistan, dan sejumlah negara Timur Tengah, seperti Irak, Suriah, Yaman, dan sejumlah negara Afrika seperti Somali dan Aljazair. www


::
home :: index ::

 

: Kirim Berita Anda : Kontak Webservant :

Copyright ©1999-2002, Gereja Kristen Indonesia. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.
Address: Jl. Gading Indah III NF-1/20, Kelapa Gading Permai, Jakarta, Indonesia.
Phone: 62 21 4530971 : Fax: 62 21 4502814