:: home :: index ::

 

Minggu, 25/08/2002
Oleh: Pdt. Em. Suatami Sutedja

Percik atau Selam?

Minggu depan akan dilangsungkan Sakramen Baptis Kudus dan Sidi. Sesuai tradisi yang kita anut, sakramen itu akan dilakukan dengan cara percik, dan bukan dengan cara selam. Mengapa begitu? Apa yang menjadi latar belakangnya? Berikut penjelasannya.

Kita pahami bersama bahwa Sakramen Baptis Kudus yang dilayankan oleh GKI kepada orang dewasa maupun anak-anak adalah baptis percik. Baptis percik dilakukan dengan memercikkan air pada yang mau dibaptis. Selain baptis percik yang menjadi tradisi GKI dan banyak gereja lain adalah baptis selam. Yang dibaptis diselamkan ke dalam air di bak atau sungai.

Kata sakramen tidak diambil dari Alkitab, melainkan dari tradisi Romawi. Dari kata latin sacramentum yang mempunyai arti sumpah setia para prajurit Romawi—yang harus diucapkan di depan panji-panji kaisar. Dan arti yang lain, yaitu uang tanggungan yang harus diletakkan di kuali oleh dua orang yang berperkara. Siapa yang kalah dalam berperkara itu akan kehilangan uangnya.

Bagi gereja-gereja reformasi calvinis seperti GKI, sakramen dipahami sebagai tanda dan meterai yang ditetapkan Allah bagi perjanjian yang diadakanNya dengan manusia. Sebagai tanda, Baptis Kudus menunjuk pada perbuatan lain yang lebih besar, yaitu pengorbanan Tuhan Yesus di kayu salib. Sebagai meterai, Sakramen Baptis Kudus meneguhkan iman orang percaya bahwa keselamatan bagi manusia sungguh telah terjadi karena anugerah Allah di dalam Tuhan Yesus. Dengan demikian, berita keselamatan untuk manusia melalui korban Yesus Kristus bukan hanya diperdengarkan oleh Gereja Kristen, melainkan ditandai dan diteguhkan dengan air yang bisa dilihat dan diraba.

Sakramen Baptis Kudus, mengapa percik dan tidak selam? Pertanyaan ini bisa dibalik. Mengapa selam dan tidak percik? Baptis percik atau baptis selam bukan perkara untuk dipertentangkan antara ya dan tidak. Namun perlu dipahami mengapa percik atau selam. Keduanya adalah tradisi yang tumbuh dalam perjalanan gereja. GKI sebagai bagian dari gereja calvinis melayani Sakramen Baptis Kudusnya secara percik dan bukan selam.

Pada awal pelayanan para rasul, agaknya baptis dilakukan dengan selam. Namun hampir tak ada penjelasan dalam Alkitab. Yang jelas melakukan baptis selam adalah Yohanes Pembaptis. Tapi baptisan Yohanes (saat itu) bukan baptisan gereja.

Tindakan ritual dalam rangka pembasuhan dosa melalui baptisan, dalam arti harafiah, di mana orang diselamkan ke dalam air adalah hal yang umum dilakukan oleh orang-orang, komuniatas atau agama yang ada di sekitar Laut Tengah. Sampai sekarang orang Hindu di India melakukan upacara pembasuhan dosa juga dengan baptis, melalui mandi di sungai Gangga. Kata baptisan diambil dari kata Yunani baptizo yang berarti menyelamkan ke dalam air.

Dalam perkembangan perjalanan gereja mula-mula, yang penting dalam ritual baptisan adalah adanya air yang melambangkan darah Yesus yang mencuci dan menghapus dosa manusia—yang dilakukan dalam nama Bapa, Anak dan Roh Kudus. Dengan pemahaman seperti itu, apakah baptisan dilakukan dengan cara percik atau selam tidak menjadi persoalan.

Pertanyaannya sekarang, tradisi baptis dengan cara percik datang dari mana? Tindakan percik bukan hal yang baru di dalam kehidupan Gereja yang berakar pada tradisi Yahudi. Dalam Alkitab, ritual dalam kaitan perjanjain Allah dengan umatNya yang menyangkut pengampunan dosa, dilakukan dengan upacara pemercikan darah anak domba. Upacara dengan pemercikkan ini menjadi khas Israel. Dalam Baptis Kudus air menjadi lambang dari darah Sang Anak Domba Yesus Kristus. (baca Im. 16:15-16; Bil. 19:9, 17-19; Ibr. 9:13-15; 1 Pet. 1:2). Berdasarkan tradisi pemercikan ini, maka muncul tradisi baptis percik.

Baptis dengan cara percik menjadi masalah setelah gereja mengalami reformasi. Khususnya ditimbulkan oleh golongan Menonit atau Anabaptis yang mengharuskan baptisan dengan cara selam.

Dalam perjalanannya sejak awal, GKI telah memilih cara percik, tanpa menyalahkan baptis dengan cara selam. Karena itu GKI tidak merasa perlu membaptis ulang mereka yang sudah dibaptis selam yang mau menjadi anggotanya. Tetapi GKI juga tidak perlu mengubah tradisi baptisannya dari tradisi percik ke tradisi selam.

Tetapi bagaimana dengan anggota GKI atau anggota gereja lain yang bertradisi baptis percik yang mau menjadi bagian dari gereja yang baptisannya memakai cara selam? Biasanya harus dibaptis ulang dengan cara selam. Mengapa hal itu terjadi? Karena baptis percik dianggap tidak cukup. Itu tentu urusan gereja yang bersangkutan. Cuma saja, kok ya ada anggota gereja yang sudah dibaptis percik, mau mengulangi baptisannya dengan selam? Seolah-olah perjanjian dengan Allah di waktu yang lalu bukan apa-apa.

Hal yang demikian terjadi mungkin karena pemahamannya akan arti baptisan sangat terbatas. Kurang mantap pada waktu mengikuti katekisasi… www


::
home :: index ::

 

: Kirim Berita Anda : Kontak Webservant :

Copyright ©1999-2002, Gereja Kristen Indonesia. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.
Address: Jl. Gading Indah III NF-1/20, Kelapa Gading Permai, Jakarta, Indonesia.
Phone: 62 21 4530971 : Fax: 62 21 4502814