:: home :: index ::

 

Minggu, 28/07/2002
Oleh: Tim Warta

Makanya Mesti Utuh...

Kalau bisa terjadi inkonsistensi antara agama dan perilaku umat, maka bisa dikatakan bahwa agama tidaklah sama dengan spiritualitas.

Yang dimaksud dengan agama sebenarnya adalah upaya penerusan suatu “pengalaman agamaniah” yang luar biasa (mysterium fascinants et tremendum = pengalaman yang penuh misteri, yang mempesona, yang menggetarkan sekaligus menggentarkan), yang dulu pernah dialami seseorang atau sekelompok orang, kepada orang-orang yang tidak pernah mengalami sendiri pengalaman tersebut. Sementara spiritualitas adalah upaya menghayati dan merevitalisasi pengalaman agamaniah itu di dalam kehidupan pribadi orang-orang beragama.

Agar spiritualitas yang utuh bisa tercapai, ada tiga hal yang dilakukan: Pertama, pengalaman agamaniah itu diberi bentuk kognitif (intelektual). Ia direfleksikan, dijabarkan dan dirumuskan dalam bentuk mitos, doktrin, dogma, dan sejenisnya. Kedua, pengalaman agamaniah itu juga diberi bentuk ekspresif (emosional). Ia diterjemahkan dan didramakan dalam bentuk ritus dan upacara-upacara agama. Ketiga, pengalaman itu diberi bentuk praktis, untuk memenuhi kebutuhan fungsional. Agar pengalaman agamaniah itu ada gunanya dan bermanfaat dalam kehidupan saat ini.

Ketiga-tiganya harus terjadi secara seimbang. Tidak cukup orang hanya tahu ajaran agamanya saja. Tidak cukup hanya berpartisipasi dalam kebaktian dan sering berdoa, tetapi juga harus merealisasi semuanya itu dalam praktek keseharian. Kalau tidak spiritualitas (dan iman) orang itu menjadi pincang, sempal, dan tidak utuh. Di sini letak masalahnya, orang sering tidak tahu (atau tidak mau tahu) bahwa beragama, seharusnya, adalah juga berspiritualitas secara utuh! www


::
home :: index ::

 

: Kirim Berita Anda : Kontak Webservant :

Copyright ©1999-2002, Gereja Kristen Indonesia. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.
Address: Jl. Gading Indah III NF-1/20, Kelapa Gading Permai, Jakarta, Indonesia.
Phone: 62 21 4530971 : Fax: 62 21 4502814