Berbeda dengan orang
Inggris yang lebih suka minum teh, kopi memang minuman utama orang
Amerika. Makan pagi harus minum kopi. Istirahat pk. 10 pagi, minum
kopi. Makan siang dan malam ditutup dengan kopi. Bukan cuma itu, kopi
yang biasa mereka minum adalah kopi hitam, artinya tanpa gula. Bangun
pagi tanpa minum kopi rasanya hidup belum lengkap, kata mereka.
Di sini ada banyak
sekali jenis kopi yang dijual. Beberapa yang paling terkenal adalah
kopi Columbia, kopi Prancis, kopi Jawa. Entah betulan kopi dari Jawa
atau malah dari Lampung atau Toraja, saya kurang paham. Namun nama Java
coffee itu memang sangat terkenal. Sebuah program komputer diberi
nama Java justru karena nama Java coffee itu.
Namun masalahnya, kopi
yang merupakan salah satu komoditas terbesar dalam dunia perdagangan
di AS ini seringkali dibeli dari pengusaha-pengusaha kopi yang berlaku
tidak adil kepada para pekerjanya. Kopi yang dijual beberapa dollar
per kilogram (di sini berarti sekitar 2,2 pound), diproduksi hanya
dengan biaya beberapa sen saja – itu semua untuk biaya buruh –
yang biasanya ditekan dengan sangat rendah, menanam, memetik, mengolah
dan mendatangkannya ke AS. Belum lagi diperhitungkan biaya kerusakan
tanah, air dan udara karena pestisida, pupuk buatan, dll. Semuanya itu
tidak menjadi kepedulian para pembeli kopi dari AS. Kepentingan mereka
hanyalah mendapatkan kopi yang baik dengan harga serendah-rendahnya
dan menjualnya dengan harga yang kompetitif kepada masyarakat di sini.
Itu tidak berarti harga yang tinggi, melainkan harga yang masih dapat
terjangkau, sehingga kenikmatan minum kopi tidak perlu merobekkan
dompet kita.
Inilah masalahnya.
Kalau kita mau bertanggungjawab atas tanah, air dan udara, maka harga
tidak bisa dijaga tetap rendah, melainkan malah harus lebih tinggi.
Kalau kita mau membayar para buruh Dunia Ketiga dengan gaji yang layak
agar mereka masih bisa hidup layak pula, harga mau tidak mau harus
lebih tinggi daripada harga yang dibayar para penikmat kopi sekarang
ini. Padahal prinsip ekonomi berkata, pembeli hanya mau membeli dengan
harga serendah-rendahnya. Hanya apabila angka yang diminta pembeli dan
penjual itu bertemu, maka terjadilah harga. Bagaimana kita bisa
menetapkan harga yang baik apabila penjual meminta angka yang lebih
tinggi, sementara pembeli menuntut harga yang lebih rendah?
Dalam keadaan seperti
ini, mereka yang bisa bekerja dengan “efisien” akan bertahan,
sementara yang “tidak efisien” akan tersingkir. Begitu kata hukum
ekonomi menurut Adam Smith. Ada tangan yang tidak kelihatan, yang
mengatur mekanisme pasar, katanya. Tapi apakah artinya itu? Ini
berarti pengusaha yang tidak harus mengeluarkan biaya pemeliharaan
tanah, air, dan udara, dan mereka yang mampu menekan upah buruh
serendah-rendahnya, akan mampu menjual barangnya dan menyingkirkan
mereka yang tidak “efisien”. Dengan kata lain, supaya kita bisa
tetap menikmati gaya hidup yang menyenangkan, harus ada orang lain
yang berkorban dan hidup dalam taraf yang tidak menyenangkan. Ah,
untuk mereka itu sudah cukup menyenangkan, kok, begitu kilah
kita untuk membenarkan gaya hidup kita.
Inilah masalah yang
dilihat oleh para pejuang hak-hak asasi manusia di seluruh penjuru
dunia. Dalam salah satu sistem pemikiran tentang keadilan, situasi ini
tidak adil, karena tidak semua orang bisa menikmati taraf kehidupan
yang menyenangkan dalam taraf yang paling minimal. Seringkali para
buruh yang sudah bekerja membanting tulang, tetap harus hidup di bawah
garis kemiskinan, tidak mampu mengongkosi biaya pendidikan dasar dan
kesehatan anggota keluarganya.
Saya jadi teringat akan
peraturan hukum agama Israel yang melarang orang Israel memakan darah
binatang. Mengapa? Karena ada keyakinan bahwa di dalam darah ada
kehidupan. “Ah, tapi kita kan hidup di masa Perjanjian Baru,
sehingga tidak ada lagi larangan-larangan begituan,” kata sebagian
dari kita. Betul sekali! Karena Petrus mendapatkan penglihatan di
dekat kota Yope, untuk tidak berpantang apapun. Namun kalau kita
mengamati benda-benda yang kita miliki, maka mau tidak mau kita harus
akui bahwa banyak di antaranya dihasilkan dengan cucuran keringat dan
darah para buruh yang dibayar dengan sangat rendah. Karena itulah
Gereja seharusnya mendukung perjuangan membela hak-hak asasi manusia.
Perjuangan ini pula
yang menjadi dasar pemikiran sejumlah anggota Dewan Kota Berkeley
untuk mengusulkan undang-undang yang akan menghukum orang yang membeli
kopi yang dijual secara tidak adil. Ada orang yang tidak setuju dengan
undang-undang ini. Seharusnya orang melakukan pendidikan dahulu kepada
masyarakat agar tidak membeli kopi yang bukan berasal dari fair
trade. Seharusnya diberikan penjelasan dulu, mana kopi yang dijual
dengan adil dan mana yang tidak.