Problematika keluarga
Kristen dewasa ini ternyata sangat rumit. Ada banyak faktor yang turut
mengambil peran di dalamnya.
Di tengah dunia yang semakin global ini,
persoalan yang dihadapi oleh manusia ternyata tidak hanya menyangkut
urusan yang besar-besar saja. Globalisasi juga telah membawa persoalan
bagi lembaga terkecil dalam masyarakat, yaitu keluarga. Dan
kelihatannya, kondisi seperti itu justru malah menjadikan urusan
keluarga ini semakin pelik: Persoalan besar dalam lingkup yang kecil!
Pdt. Em. Suatami Sutedja yang dihubungi Tim
Warta secara sangat serius merujuk pada persoalan global sebagai
masalah utama yang dihadapi oleh keluarga-keluarga masa kini. Ada tiga
hal yang disebutkan olehnya: Materialisme, hedonisme, dan konsumerisme.
Ketiganya adalah trend global yang bisa jadi sangat mengancam
kehidupan keluarga.
Ia lantas memberikan contoh, betapa pada saat
krisis ekonomi melanda negeri ini, banyak sekali keluarga-keluarga
yang tidak siap menghadapinya. “Misalnya, ketika suami terkena PHK,
atau usahanya mengalami penurunan, atau bahkan bangkrut, tidak sedikit
pasangan suami-istri yang justru menjadi tegang,” ujar Pendeta yang
menaruh perhatian besar pada urusan keluarga ini. Apa penyebabnya?
Menurutnya, sangat mungkin hal itu disebabkan karena adanya persepsi
tentang materi yang kurang pas dalam keluarga.
Pnt. Jan H. Atmadjaja yang dimintai pendapatnya
secara terpisah, juga melihat globalisasi sebagai tantangan serius
bagi keluarga. Menurutnya, globalisasi juga menghadirkan kepelbagaian
yang bisa menjadi baik tapi sekaligus bisa menjadi buruk. Ia lantas
memberi contoh, apabila dulu seorang ayah menjadi petani, maka
istrinya juga ikut bertani. Anaknya juga ikut membantu. Ada
kebersamaan yang erat di tengah keluarga. “Sekarang, ayahnya tukang
cetak, ibunya tukang jahit, anaknya tidak ada yang mau,” katanya
sambil tertawa. Tuntutan zaman seperti itu, dilihatnya memberikan
ruang bagi perbedaan-perbedaan yang potensial saling menjauhkan
anggota-anggota keluarga. Masing-masing anggota keluarga bisa jadi
punya dunia masing-masing, dan saling teralienasi satu sama lain.
Agaknya tantangan — kalau belum mau disebut
masalah — bagi keluarga-keluarga (Kristen) itu seringkali tidak
disadari, karena tantangan itu adalah bagian yang tak terpisahkan dari
zaman ini. Kita yang hidup di dalamnya seringkali tidak menyadari hal
itu. Karena itu masalahnya justru semakin sulit dihadapi.
Namun demikian, Pdt. Em. Suatami Sutedja masih
tetap optimis bahwa kita tidak perlu hanyut dalam arus global tersebut.
“Walaupun arusnya besar, tapi kita toh masih bisa berenang di
dalamnya. Setidaknya kita tidak perlu hanyut begitu saja,” ujarnya.
Karena itu, menurutnya, yang perlu mendapat perhatian bukan sekedar
persoalannya sendiri, karena setiap keluarga pasti punya persoalan.
Yang perlu diperhatikan adalah bagaimana keluarga mampu menyikapi
persoalan yang mereka hadapi secara tepat.
Karena itu, Pendeta yang juga menjabat sebagai
Ketua Badan Binawarga GKI SW Jabar itu sangat mengharapkan agar
keluarga-keluarga Kristen bisa bersiap dan memperlengkapi diri
semaksimal mungkin, untuk menghadapi masalah-masalah yang mungkin
timbul. “Kesiapan itu tidak terjadi secara otomatis,” tandasnya.
“Kesiapan itu harus diupayakan secara sengaja.”