:: home :: index ::

 

Minggu, 26/05/2002

Tidak Benar Pendeta GKI Memble

Diakui atau tidak, ada selentingan di antara sekelompok warga jemaat yang mengatakan bahwa pendeta GKI itu kurang sip. Memble-lah, istilahnya. Terutama kalau soal kotbah. Sering-sering bikin ngantuk. Bukan bikin seger. Itu masih mending, nggak jarang juga (sampai) dibilang kotbahnya nggak bisa dimengerti.

Untuk mengetahui bagaimana pandangan para pemimpin gereja (baca: GKI SW Jabar) mengenai fenomena itu, Tim Warta sengaja menghubungi ketua Badan Bina Pengerja (BBP) GKI SW Jabar Pdt. Robby I. Chandra, MATh, D.Min, di kantornya di Gedung Ukrida, Tanjung Duren, hari Selasa (21/5) kemarin.

Menurut Pak Robby, statement yang mengatakan bahwa Pendeta GKI itu memble, tidak bisa seluruhnya dibenarkan. Bahwa gaya kotbah rata-rata Pendeta GKI kurang komunikatif, itu ia akui. Namun, menurut pendapatnya, itu sama sekali tidak berarti bahwa secara keseluruhan, kualitas Pendeta GKI itu tidak baik, atau memble.

“Kalau bicara membantu orang lemah, Pendeta GKI lebih bagus dari Pendeta manapun juga. Saya berani jamin hal itu,” ujarnya yakin, “Ada gereja yang lebih memperhatikan orang-orang yang kaya, tapi kita justru terbalik. Di GKI yang lemah justru cenderung lebih diperhatikan.”

Lebih jauh, Pendeta Kategorial yang bertumpu di jemaat GKI Kayu Putih ini mengatakan, ada beberapa ukuran—tidak hanya satu—yang harus dilihat untuk menilai kualitas seorang Pendeta. Yang pertama adalah kompetensi inti seorang Pendeta, seperti spiritualitas, kemampuan berkotbah, kemampuan pastoral, pelawatan, dsb. Kedua, perlu diperhatikan juga upaya kerjanya, apakah seorang Pendeta itu malas atau rajin. Dan yang ketiga adalah keberanian menempuh resiko untuk mengadakan suatu perubahan—dalam arti Pendeta tersebut tidak cepat merasa puas atas apa yang telah dicapainya saat ini.

Dari hasil pengamatannya selama ini, Pdt. Robby melihat bahwa 60 persen Pendeta GKI boleh dibilang fair. Artinya berada pada posisi rata-rata. Bisa dibilang, mereka yang termasuk golongan ini cukup kompeten, cukup rajin, dan cukup berani mengambil resiko dalam pelayanannya. Sepuluh persen ada di bawah rata-rata itu, dan sepuluh persen ada di atas. Sementara 20 persen sisanya tersebar dalam berbagai variasi.

Gambaran tersebut, menurutnya, menunjukkan bahwa distribusi kualitas Pendeta GKI cukup merata. Dan itu tidak jelek. Hanya saja, mengapa sampai ada selentingan seperti di atas tadi, menurutnya sangat mungkin disebabkan oleh trend tuntutan jemaat yang sedang meningkat. Tapi ia kembali menegaskan bahwa dibandingkan rata-rata gereja di Indonesia, Pendeta GKI masih lumayan bagus. 

Lebih lanjut, ia mensinyalir bahwa Pendeta GKI itu melakukan segala sesuatu (fungsi seorang Pendeta—red.), kecuali public relation. Sementara itu, seperti yang terjadi dalam bidang apapun juga, orang lebih senang membicarakan yang buruk, sementara yang baik seakan-akan hilang begitu saja. “Orang sering membandingkan kelemahan Pendeta GKI dengan kelebihan Pendeta gereja lain. Tapi tidak pernah sebaliknya,” katanya lagi.

Jadi kalau begitu, kita tinggal meningkatkan kemampuan berkotbahnya dong, Pak? (mhs/jha)


::
home :: index ::

 

: Kirim Berita Anda : Kontak Webservant :

Copyright ©1999-2002, Gereja Kristen Indonesia. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.
Address: Jl. Gading Indah III NF-1/20, Kelapa Gading Permai, Jakarta, Indonesia.
Phone: 62 21 4530971 : Fax: 62 21 4502814