:: home :: index ::

 

Minggu, 31/03/2002
Oleh: PntK. Stephen Suleeman, MATh, ThM.

Gereja Indonesia di Amerika Serikat (5)
Jemaat Indonesia atau Amerika?

Sebuah pertanyaan yang sering dilupakan atau diabaikan ialah, apakah artinya menjadi sebuah jemaat etnik tertentu di sebuah negeri asing? Apakah artinya menjadi sebuah jemaat In­donesia di Amerika Serikat? Bagi sebagian orang pertanyaan ini mungkin dianggap tidak pen­ting. Tetapi di dalam rangka mengembangkan pengertian yang benar tentang gereja, pertanyaan tidak saya pikir tidak terhindarkan. Pertanyaan yang sama bisa diajukan kepada gereja-gereja kita di  Indonesia – apakah artinya menjadi sebuah jemaat Batak, atau Jawa, atau Tionghoa, di Indonesia?

Di masa kolonial Belanda, jemaat-jemaat etnis sengaja dikembangkan sebagai sarana penginjilan. Ada anggapan bahwa orang akan lebih tertarik bergabung dengan sebuah jemaat di mana ia tidak akan merasa asing. Oleh karena itu maka dibentuklah jemaat-jemaat etnis. GKJ untuk orang-orang Jawa dan kebaktiannya menggunakan bahasa Jawa. HKBP untuk orang-orang Batak, dengan kebaktian dalam bahasa Batak pula.

Tetapi sekarang, setelah Indonesia merdeka dan setelah percampuran suku tidak terhin­dari lagi, maka muncul pula pertanyaan-pertanyaan, seberapa jauh strategi misi dengan meng­gunakan gereja-gereja etnis itu efektif? Apalagi setelah semakin banyak gereja-gereja etnis yang berkembang justru di luar wilayah etnisnya sendiri. Misalnya, Gereja Toraja di Jakarta, atau HKBP di Manado. Atau, suatu kenyataan yang tidak terhindari yaitu semakin banyak orang-orang dari luar etnis menjadi pendeta di jemaat etnis yang lain. Contohnya, semakin banyak orang non-Sunda yang menjadi pendeta di Gereja Kristen Pasundan, dan semakin bertambah pula pendeta-pendeta non Jawa di GKJ.

Di Amerika Serikat, strategi misi dengan pengembangan jemaat-jemaat etnis juga sema­kin gencar dilakukan. Misalnya, dalam 10 tahun ke depan diharapkan 20% anggota PC(USA) akan terdiri dari orang-orang etnis di luar kulit putih dan hitam. Boleh jadi hal ini disebabkan oleh kenyataan bahwa jemaat-jemaat Korea semakin banyak dan bertumbuh dengan sangat pe­sat. Bahkan ada cukup banyak pula misionaris dari etnis Korea yang disponsori oleh PC(USA) untuk bekerja di negara-negara lain, seperti Rusia dan sejumlah negara      Afrika.

Barangkali untuk langkah pembukaan, pendekatan ini bermanfaat, namun ke depan saya pikir jemaat-jemaat etnis itu juga akan menghadapi masalah yang sama yang juga dihadapi oleh gereja-gereja di Indonesia saat ini. Apakah artinya menjadi sebuah jemaat etnis di PC(USA)? Apakah mereka menjadi seratus persen PC(USA)? Ataukah hanya setengah-setengah? Atau bagaimana?

GKI San Francisco diperhadapkan dengan dilema ini. Jemaat ini dibentuk untuk meme­nuhi kebutuhan para anggotanya akan suasana kebaktian model GKI di Indonesia. PC(USA), meskipun – seperti GKI – berkembang dari latar belakang Hervormd, telah mengembangkan suasana peribadahannya sehingga tidak persis sama dengan suasana GKI saat ini. Misalnya, pola peribadahan yang dimulai dengan pemuliaan Allah, pengakuan dosa, berita pengampunan, pemberitaan firman, dst. telah mengalami banyak perubahan di lingkungan PC(USA). Peng­akuan dosa dan berita pengampunan seringkali dibuat dengan sangat singkat, bahkan kadang-kadang ditiadakan. Sementara liturgi di kalangan GKI SF menjadi sangat panjang.

Kadang-kadang juga ada komentar, “Di GKI – maksudnya, GKI yang ada di Indonesia – kita tidak begitu!” Tapi cara itu tidak menjadi masalah untuk PC(USA). Saya pernah mendengar dari salah seorang teman yang menceritakan pengalamannya di sebuah jemaat GKI di kota lain. Suatu kali, begitu teman itu bercerita, ada usul untuk menggeser mimbar ke tempat lain. Wah, ini tentu suatu masalah besar untuk gereja-gereja Calvinis, mengingat pemberitaan firman menempati bagian yang paling utama di dalam kebaktiannya. Oleh karena itulah mimbar di gereja-gereja Calvinis biasanya diletakkan di tengah-tengah di muka, menggantikan posisi altar yang menjadi pusat peribadahan di  kalangan Gereja Katolik Roma, hingga selalu berada di tengah.

Dengan demikian usul untuk menggeser mimbar bukan sekadar masalah estetis (kein­dahan) atau arsitektur, melainkan sesuatu yang sangat teologis. Kare­na itu sebagian majelis mengemukakan pendapatnya, agar sebaiknya mereka bertanya dulu, apakah langkah seperti itu sudah tepat. “Sebaiknya kita tulis surat dan menanyakan hal ini kepada Gereja di Belanda,” usulnya. Wah, kenapa nggak sekalian saja kirim surat kepada Yohanes Calvin?

Ecclesia reformata, ecclsia semper reformanda, begitu ucapan bijaksana para tokoh Refor­masi. Gereja Reformasi adalah gereja yang terus-menerus mengalami reformasi. Para tokoh Reformasi sadar betul bahwa apa yang mereka perbarui – baik dalam liturgi maupun dalam teologi – suatu kelak akan menjadi usang. Sama usangnya dengan liturgi, teologi dan praktek Gereja Katolik Roma yang mereka kritik. Dan karena itulah, wanti-wanti mereka telah memper­ingatkan agar gereja-gereja Reformasi tidak terjebak dalam kesalahan yang sama, melestarikan apa yang sesungguhnya cuma buatan manusia yang fana.

Mau ke mana gereja-gereja Indonesia di Amerika Serikat? Ini adalah pertanyaan yang harus dengan serius dihadapi oleh gereja-gereja Indonesia di sini, termasuk oleh GKI San Francisco. Sampai kapan mereka akan tetap menjadi gereja etnis? Bagaimana mereka bisa mem­buat transisi yang mulus untuk beralih dari sebuah gereja etnis menjadi gereja yang “normal” seperti yang lain-lainnya?  Bagaimana itu semua bisa dilakukan tanpa harus menimbulkan guncangan kepada jemaat?

Nabi Yeremia pernah berpesan kepada orang-orang Yehuda yang hidup di pembuangan, “Usahakanlah kesejahteraan kota ke mana kamu Aku buang, dan berdoalah untuk kota itu kepa­da TUHAN, sebab kesejahteraannya adalah kesejahteraanmu.” (29:7). Orang Yehuda diperintah­kan Allah untuk berusaha agar mereka menjadi suatu bagian yang utuh dari masyarakat sekitar­nya. Demikian pula, saya pikir, Allah akan mengatakan hal yang sama kepada gereja-gereja etnis – baik di Amerika maupun di Indonesia.


::
home :: index ::

 

: Kirim Berita Anda : Kontak Webservant :

Copyright ©1999-2002, Gereja Kristen Indonesia. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.
Address: Jl. Gading Indah III NF-1/20, Kelapa Gading Permai, Jakarta, Indonesia.
Phone: 62 21 4530971 : Fax: 62 21 4502814