:: home :: index ::

 

Minggu, 10/02/2002
Oleh: PntK. Stephen Suleeman, MATh, ThM.

Pendidikan Dasar (4)
Pendidikan Musik

Hari Minggu, 27 Januari, lalu adalah hari ulang tahun Joannes Chrisostomos Wolfgang Gotlieb Mozart atau yang lebih dikenal sebagai Wolfgang Amadeus Mozart yang ke-246. Hari itu, stasiun radio klasik di daerah ini memainkan banyak sekali lagu karya komponis terkemuka dunia dari Salzburg, Austria itu.

Tiba-tiba saya jadi teringat akan pengalaman kami tahun lalu di Louisville. Setelah memimpin kebaktian Minggu di Strathmoore Presbyterian Church tgl. 11 Maret tahun lalu, saya didekati oleh sepasang suami-istri lanjut usia. Mereka menanyakan, apakah saya berminat menghadiri konser oleh Lee Luvisi, profesor piano di University of Louisville hari Selasa nanti. “Dua minggu sekali ia menyajikan serangkaian konser Beethoven selama 6 bulan ini – total 12 konser. Konsernya akan berakhir pada bulan April nanti,” kata Barbara dan suaminya, Sam Cooke. Konsernya gratis, kata Barbara lagi. Kalau mau, mereka akan menjemput kami Senin esok harinya. Sudah tentu saya tidak menyia-nyiakan kesempatan ini.

Konser dimulai pk. 20.00, tapi satu jam sebelumnya ada “kuliah” tentang Beethoven yang disajikan oleh seorang dosen musik lainnya di Departemen yang sama. Kuliah tersebut saya rasakan sangat menarik karena dosennya, Dr. Seow Chin Ong, seorang ahli sejarah musik asal Singapura, memberikan penjelasan yang sangat terinci tentang berbagai aspek musik Beethoven, bagaimana musik rakyat saat itu sangat mempengaruhinya, bagaimana ia menciptakan repetisi dalam karyanya, dan bagaimana pengalaman hidupnya sendiri mempengaruhi karya-karyanya. Oh ya, sebelum kuliah dimulai, hadirin dipersilakan menikmati kopi, minuman anggur, dan kue-kue kecil.

Setelah selesai kuliah itu, kami pindah ke auditorium yang jauh lebih luas, ruangan konser dan pertunjukan mahasiswa-mahasiswa seni di University of Louisville. Lee Luvisi memainkan lima buah karya Beethoven malam itu. Dua minggu kemudian ia kembali tampil dengan komposisi-komposisi Beethoven yang lainnya pula. Demikian pula kuliah tentang Beethoven disajikan kembali untuk para peminatnya. Sayang sekali, kami tidak tahu tentang program ini sebelumnya, sehingga banyak sekali kesempatan menikmati konser gratis ini yang hilang.

Mengapa saya tiba-tiba jadi berbicara tentang Beethoven, padahal di atas saya menyebutkan hari ulang tahun Mozart? Kebetulan sekali memang pada musim gugur tahun lalu, mulai bulan Oktober 2001, Lee Luvisi memulai konsernya yang baru, juga selama kira-kira 6 bulan. Kali ini temanya adalah Mozart. Sayang sekali, untuk menonton Mozart kali ini dipungut bayaran. Ah, tapi kebetulan juga saat itu kami sudah pindah ke Berkeley.

Apa yang ingin saya ceritakan di sini adalah motivasi konser Lee Luvisi. Konser ini diadakan oleh Lee Luvisi untuk memperkenalkan program Departemen Musik, khususnya piano, di Universitas itu. Selain itu, Lee Luvisi juga menggunakan kesempatan itu untuk mengumpulkan dana abadi untuk sumber bea siswa mahasiswa musik di sekolah itu. Karena itu, kepada hadirin diberikan formulir permohonan sumbangan.

Saya jadi teringat akan program Musik Gereja di STT Jakarta yang katanya “memboroskan” banyak sekali dana, dan sama sekali tidak menguntungkan secara finansial. Tapi pada kenyataannya memang program pendidikan musik tidak murah, karena rasio murid-guru sangat kecil, sehingga biaya untuk menggaji guru musik pun menjadi tinggi. Memang, untuk pelajaran gitar, biola, flute atau teori musik, guru bisa saja mengajar secara massal, namun untuk piano atau organ, tentu tidak mungkin. Karena itulah, dukungan dana dari banyak pihak sangat diharapkan. Untunglah ada guru-guru seperti Lee Luvisi yang sangat besar perhatiannya terhadap pendidikan mahasiswanya sendiri.

Dalam beberapa tulisan saya sebelumnya, saya telah menceritakan betapa besarnya dukungan pemerintah AS terhadap program pendidikan di sini. Entah berapa persen anggaran belanja pemerintah negara bagian California yang disediakan untuk mendukung program pendidikan di sini. Namun ternyata itu semua masih belum cukup. Masih banyak lagi pihak yang terlibat atau dilibatkan dalam program ini. Misalnya, orangtua murid diharapkan menyumbangkan waktunya sebagai relawan di sekolah muridnya. Karena itulah, ketika kami menghadiri program Open House di Willard Middle School awal bulan ini, Kepala Sekolah Willard menyatakan kegembiraannya karena begitu banyak orangtua calon murid yang hadir malam itu. “Semua ini menunjukkan kesadaran anda bahwa program pendidikan tidak berjalan begitu saja setelah anak anda diterima di sekolah ini,” begitu kira-kira dikatakannya. Tidak pula selesai dengan kehadiran dalam acara seperti Open House. Di John Muir, misalnya, pada musim gugur lalu orangtua membantu membersihkan saluran air di belakang sekolah yang penuh dengan ranting kayu dan berbagai kotoran yang menyumbatnya. Bulan Februari mendatang, John Muir akan mengadakan kampanye pencarian dana dengan menjual teh kantong. “Kami membutuhkan dana ini untuk berbagai program di sekolah ini. Barangkali juga ada sebagian dana yang bisa dikembalikan kepada guru-guru yang telah banyak mengeluarkan uang sendiri untuk membeli perlengkapan mengajar mereka,” kata Nancy Waters, Kepala Sekolah di John Muir pada salah satu pertemuan PTA (Parent-Teacher Association).

Selain itu, beberapa pengusaha setempat dan nasional juga mendukung program-program sosial seperti sekolah, gereja, dan organisasi-organisasi kemasyarakatan lainnya. Contohnya adalah program eScrip. Dalam program ini, kita bisa mendaftarkan diri di eScrip dengan membayar $10 uang keanggotaan per tahun bila mendukung 1 organisasi atau $15 bila mendukung 2 atau 3 (maksimal) organisasi. Di sini sebetulnya saya mendaftarkan kartu kredit/debit saya. Setiap kali berbelanja dan menggunakan kartu itu di semua toko/perusahaan yang tergabung dalam eScrip, toko/perusahaan itu akan langsung menyumbangkan sekian persen dari jumlah yang dibayarkan langsung ke organisasi yang saya dukung.

Montclair Presbyterian Church juga menggugah anggotanya untuk bergabung dalam eScrip dan bahkan sampai rela membayarkan uang keanggotaan tahunan yang $10 itu.

Ternyata ada banyak sekali cara bagi masyarakat untuk mendukung usaha-usaha sosial. Mungkin kita juga bisa mengembangkannya. Yang penting memang adalah kerelaan untuk berkorban – waktu, pikiran, uang, dll. ***


::
home :: index ::

 

: Kirim Berita Anda : Kontak Webservant :

Copyright ©1999-2002, Gereja Kristen Indonesia. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.
Address: Jl. Gading Indah III NF-1/20, Kelapa Gading Permai, Jakarta, Indonesia.
Phone: 62 21 4530971 : Fax: 62 21 4502814