:: home :: index ::

 

Minggu, 13/01/2002
Oleh: PntK. Stephen Suleeman, MATh, ThM.

Pendidikan Dasar (1)
Sekolah Dasar di Berkeley

GKI Gading Indah tidak hanya hadir dalam bentuk sebuah persekutuan yang beribadah tetapi juga – langsung atau tidak langsung – terlibat di dalam dunia pendidikan umum. Hal ini tampak dari kehadiran Taman Kanak-kanak sampai SMU milik BPK Penabur di Kelapa Gading, keterlibatan sejumlah anggota majelis dan pendeta jemaat di lembaga tersebut dan, sudah tentu juga, murid yang juga adalah warga jemaat. Oleh karena itulah saya berpikri ada baiknya saya berbicara tentang pendidikan dasar di sini sebagai perbandingan.

Di Berkeley ada sekitar 12 sekolah dasar negeri. Untuk daerah yang mungkin tidak lebih besar daripada Pulo Gadung, jumlah ini tampaknya cukup besar, apalagi selain itu masih ada pula sejumlah SD swasta, yang cukup mahal bayarannya. SD negeri ini terbuka bagi semua penduduk Berkeley, termasuk orang asing.

Karenanya, ketika kami mendaftarkan Gita sekolah, kami harus pergi ke Berkeley Unified School District (BUSD), semacam Kanwil Pendidikan Dasar di sini dan membawa sejumlah bukti bahwa kami memang adalah penduduk Berkeley. Bukti itu berupa rekening bank, rekening telepon, rekening sampah, listrik dan gas, dan ID (semacam KTP) salah satu orangtua murid. Lalu kami dipersilakan memilih sekolahnya. Ada 2 pilihan yang diberikan dan biasanya BUSD akan memberikan sekolah terdekat sehingga transportasi murid ke sekolah tidak terlalu sulit.

Gita diterima di sekolah pilihan pertama kami, yaitu John Muir Elementary School. Ia diterima di kelas 5, melanjutkan kelasnya di Louisville dahulu. Di AS ini, umumnya sekolah dibagi menjadi 3 – seperti di Indonesia – namun dengan sedikit perbedaan. SD berlangsung dari kelas 1-5, Middle School dari kelas 6-8, dan High School dari kelas 9-12. Jadi, semester mendatang Gita akan masuk ke Middle School atau SMP, yang sebetulnya tidak berbeda dengan kelas 6 di Indonesia.

John Muir tidak begitu jauh letaknya dari tempat tinggal kami. Dengan berjalan kaki kami dapat menempuh jarak itu dalam 12-15 menit. Sewaktu di Louisville tahun lalu, Gita mendapatkan pelayanan antar-jemput bus sekolah, yang juga gratis. Namun kali ini ia tidak bisa mendapatkannya karena tempat tinggal kami terlalu dekat dengan sekolah, sementara waktu di Louisville, jarak rumah-sekolah kira-kira 5 km, hingga terlalu jauh untuk berjalan kaki. Masalahnya tentu semakin parah di waktu musim dingin ketika salju turun. Sementara di Berkeley kami tidak mengalami salju sama sekali.

Berbeda dengan di Indonesia, di sini setiap sekolah berusaha mengembangkan kekhususannya masing-masing. Misalnya, John Muir menekankan pada pendidikan lingkungan hidup dan kesenian, Washington menekankan pada kemampuan membaca dan komunikasi, Whittier menekankan pendidikan musik, dll. Dengan demikian, walaupun para murid mendapatkan pendidikan inti yang sama, ada banyak kemampuan tambahan yang berbeda yang dapat mereka pilih untuk mereka kembangkan di sekolah masing-masing.

Pendidikan SD di sini berbeda dengan di Indonesia. Pertama-tama, jumlah mata pelajaran yang diberikan: di sini murid kelas 5 belajar bahasa Inggris, Matematika, Sains, Sejarah, dan Pendidikan Jasmani. Berbeda dengan di Indonesia, di mana murid dijejali dengan begitu banyak pelajaran.

Dalam bahasa Inggris, murid belajar membaca dan membuat karangan. Setiap hari Senin Gita diharuskan membuat kerangka karangan dengan topik yang sudah ditentukan. Biasanya topiknya adalah masalah yang kontroversial, dan murid kelasnya dibagi dua: satu kelompok harus membuat argumentasi untuk membenarkan topik itu, sementara kelompok lainnya harus menentang topik itu. Misalnya: apakah pemerintah harus menyensor kata-kata dalam lagu? Atau, apakah proyek angkasa luar itu suatu pemborosan? Atau, bila kita menemukan uang $100 di jalan, apakah kita harus mengembalikan kepada pemiliknya? Lalu pada hari-hari berikutnya ia harus mengembangkan kerangka tersebut, sampai hari Jumat karangan itu sudah harus siap dan diserahkan kepada gurunya.

Dengan demikian sejak masih kecil murid telah diajarkan untuk berpikir kritis dan mampu berargumentasi. Saya pikir cara ini sangat berbeda dengan di Indonesia. Di Indonesia ada kecenderungan bahwa murid harus mengikuti pendapat guru. (Mudah-mudahan tidak demikian halnya dengan sekolah-sekolah di BPK Penabur).

Lain dari itu, murid harus meminjam buku dari perpustakaan sekolah dan membacanya. Setiap murid mendapatkan sehelai kertas untuk mencatat berapa halaman yang dibacanya dan berapa lama waktu yang ia butuhkan untuk membacanya. Kertas itu dikumpulkan setiap hari Jumat setelah ditandatangani oleh orangtua.

Setiap minggu murid mendapatkan ulangan spelling. Ini tentu sangat penting karena cara mengeja bahasa Inggris memang tidak sama dengan bahasa Indonesia, yang jauh lebih konsisten sehingga mudah dan sederhana. Masalahnya, bagaimana dengan murid-murid yang berasal dari negara lain yang tidak menggunakan bahasa Inggris? Banyak sekolah di AS ini menyelenggarakan program English as a Second Language (ESL). Para murid yang kurang mampu berbahasa Inggris dimasukkan dalam kelas ini, tanpa menurunkan kelas mereka. Dengan kelas tambahan ini, mereka diharapkan dapat meningkatkan dengan cepat kemampuan bahasa Inggris mereka. Gita sempat dimasukkan dalam program ini, namun setelah tiga bulan ia sudah dianggap mampu hingga tidak perlu lagi mengikutinya. Ketika mendapatkan rapornya di John Muir, gurunya sempat kaget ketika saya katakan kepadanya bahwa ia baru satu tahun mengikuti pendidikan sistem Amerika, dalam bahasa Inggris pula. Ia mengira bahwa Gita belajar di Louisville sejak TK. Apakah ini tanda bahwa kualitas pendidikan di Indonesia lebih unggul?

Kelas 4 dan 5 di John Muir, seperti juga di banyak sekolah lainnya, digabung menjadi 1, dengan 2 guru yang menanganinya. Untuk kelas 4-5 ini ada beberapa mata pelajaran yang sama, tapi juga ada yang berbeda. Jadi, untuk kelas-kelas tertentu, mereka akan dipersatukan, namun untuk kelas yang lainnya mereka akan berpisah dan belajar sendiri-sendiri.


::
home :: index ::

 

: Kirim Berita Anda : Kontak Webservant :

Copyright ©1999-2002, Gereja Kristen Indonesia. Hak Cipta Dilindungi Undang-Undang.
Address: Jl. Gading Indah III NF-1/20, Kelapa Gading Permai, Jakarta, Indonesia.
Phone: 62 21 4530971 : Fax: 62 21 4502814